Sabtu, 13 April 2013

masalah aceh bukan nasional tapih masalah international

foto Atjehnish Service History For Generation                                                                                        Internasional Siap Bantu Aceh, RI Harus Hargai UUPA dan MoU Helsinky ungkap Jhon Kileer


Sabtu, 13 April 2013 18:49

Masalah Aceh bukanlah masalah nasional lagi, tapi masalah Aceh adalah masalah International, Kami pihak CMI mempertanggung jawabkan atas perdamaian GAM dan RI. “ Ujar Ketua CMI (Crisis Management Initiave) Muhammed Jhon Kileer

Ketua CMI (Crisis Management Initiave) Muhammed Jhon Kileer mengatakan pihaknya baru saja mengetahui ada permasalahan antara Aceh dan Ri, dia mengatakan selaku ketua CMI dia berhak untuk memanggil kedua belah pihak untuk duduk kembali untuk menyelesaikan apa yang di permasalahkan antara Aceh dan Ri saat ini. Masalah Aceh bukanlah masalah Nasional lagi, tapi masalah Aceh adalah masalah International, Kami dari pihak CMI mempertanggung jawabkan atas perdamaian GAM dan RI, oleh karena itu Kami menghimbaukan pada RI dan Aceh agar selalu beritahukan Kami kalau ada hal-hal yang keliru dengan perdamaian yang hampir berumur 8 tahun ini, ungkapnya.

Muhammed mengatakan pihaknya akan bertolak ke Aceh dalam waktu dekat ini, untuk duduk bersama membahas masalah yang sedang melilit Aceh dan RI saat ini. Jika masalah Aceh tidak membuah hasil setelah kita duduk bersama dalam rangka mencari win win solution untuk kepentingan rakyat, maka masalah ini mesti kita seret ke badan hukum International, jelasnya.

Muhammed juga mengingatkan pemerintah RI untuk menghargai MoU dan UUPA sebagai mana yang telah di sepakati di dalam rapat COSA 2006 yang lalu, dan Indonesi

a juga harus menghargai jasa Kami (CMI) dan GAM yang telah mahu untuk mengakhiri perang senjata dengan perdamaian dengan pemerintah RI, dan RI mesti menyadari sesungguhnya perdamaian Aceh terjadi bukan karna UU atau PP yang ada di Indonesia, akan tetapi perdamaian Aceh karena adanya MoU Helsinki, oleh sebab itu setiap permasalahan Aceh yang bersangkutan dengan RI maupun sebaliknya mesti perpegangan dan berpedoman pada MoU agar perdamaian Aceh abadi. Jika RI mementingkan UU atau PP Indonesia, maka perdamaian Aceh takkan bertahan lama, tambahnya sembari mengakiri pembicaraannya.

Dia juga menitip salam untuk rakyat Aceh, pu haba, rakyat Aceh pu kalheuh bu dengan Aceh yang kental dengan logat kebarat-baratan.

Sumber:kabaraceh

haram bendera aceh di turun kan

JAKARTA - Setelah 3 jam bertemu dengan Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan ada beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh untuk kembali membahas qanun lambang dan bendera Aceh.

Mengenai masalah bendera yang akhir-akhir ini menjadi masalah konflik secara nasional, Kalla mengatakan, semangat semua pihak untuk menyelesaikan ini adalah untuk menjawab perdamaian. 

"Jangan ada yang berpikir, bahwa apa yang terjadi masalah bendera itu, akan merusak perdamaian,tidak," kata Kalla, usai bertemu dengan Gubernur Aceh Zaini Abdullah di Jakarta, Sabtu, 13 April 2013.

Kalla menyatakan:

1. Harus dipahami secara nasional, perubahan lambang dan bendera Aceh ini, bukan untuk mengganti bendera Merah Putih di Aceh. Kalla mengatakan, Ia dan pemerintahan Aceh sepakat bahwa NKRI tetap menjadi bagian dari perjuangan bersama. Bendera merah putih tetap diakui sebagai bendera nasional. "Bendera yang dibicarakan ini, ialah bendera tentang wilayah, yang melambangkan kebanggaan, dan persatuan daerah," kata Kalla.

2. Lambang dan bendera Aceh ini, tidak berbeda seperti lambang dan bendera DKI Jakarta dan daerah lain yang memilikinya. Namun, Kalla menilai, yang membuat pemerintah pusat membahasnya secara mendalam karena adanya PP No. 77 yang menyatakan bahwa itu tidak boleh sama dengan lambang gerakan sparatis.

3. Pemerintah seharusnya melihat perbedaan pergerakan GAM yang berbeda dengan gerakan sparatis lain seperti RMS dan DI/TII. Kalla menilai, GAM menempuh jalan damai, amnesti. "Tidak sama ujungnya," kata dia. Sudah berdamainya GAM dengan pemerintah, menurut Kalla membuat semuanya terlarang 100 persen.

4. Perbedaan pandangan antara pemerintahan pusat dan Aceh ini, harus ditanggapi dengan baik untuk kemudian menjadi bahan pertimbangan. Jangan sampai ada kesalahpahaman yang menghubungkan antara bendera Aceh dengan tuntutan kemerdekaan Aceh.

Kamis, 11 April 2013

POTO BERLEMBAR SEJARAH ACEH

   ACEH  DALAM PRTJUANGAN  MENUNTUT HAK HAK DAN  MARTABAT BANGSA ACEH 
ORANG ASING  KIBAR KAN BRNDERA ACEH

PASUKAN GAM DALAM MENUNTUT HAK  BANGSA  ACEH 

PASUKAN GAM  

HARAPAN BANSA ACEH  HARUS  BERKIBAR BENDERA BINTANG BULAN  YANG SUDAH DI SYAH KAN OLEH DPR ACEH 

MASYARAKAT ACEH


aPASUKAN  PERRANG ACEH 

qanun bendera aceh


  1. Muzakir Manaf: Tak ada yang negatif soal bendera Aceh

Sabtu, 6 April 2013 22:35:49
Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf menilai tak ada yang negatif dalam penetapan bendera dan lambang Provinsi Aceh. Menurutnya bendera bulan bintang merupakan hasil perjuangan seluruh rakyat Aceh yang dulunya menuntut kemerdekaan.

"Itulah hasil perjuangan dan jatuhnya korban dalam menuntut kemerdekaan dulu. Jadi tidak ada yang negatif. Kalau kemudian masyarakat mengibarkannya, itu hal emosional terkait perjuangan mereka dulunya," ucap Muzakir kepada wartawan seusai acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Kantor Perwakilan Aceh, Jalan Patimura, Medan, Sabtu (6/4).

Dia memaparkan, Provinsi Aceh berbeda dengan provinsi lain di Indonesia. Penggunaan bendera itu pun merupakan bagian dari semangat perdamaian.

"Bagi kita, Provinsi Aceh berbeda dengan provinsi lain. Ini juga semangat perdamaian MoU Helsinki. Bagi kita, bulan bintang dan singa buraq tetap merupakan bendera dan lambang Aceh," jelasnya.

Dia menegaskan, masalah bendera dan lambang provinsi Aceh telah lama dibahas. Kemudian Rakyat Aceh, melalui DPRA, kemudian menyepakatinya dalam sidang paripurna.

"Melalui sidang paripurna DPRA dan penetapan gubernur, ini sudah final. Itu kan hak spesial bagi rakyat Aceh," sebut pria yang akrab disapa Mualem ini.

Soal peringatan pemerintah, Muzakir yang merupakan Ketua Umum Partai Aceh mengatakan, mereka tetap akan melakukan pembicaraan dan berusaha duduk bersama untuk membahas masalah ini.

"Peringatan ini sah-sah saja, namun masalah ini kan kembali saya katakan, ini sudah merupakan hasil paripurna perwakilan rakyat Aceh di DPRA," sebutnya.

Terkait adanya penolakan bendera dan lambang provinsi Aceh, menurut Muzakir, hanya dilakukan segelintir orang dan dibiayai pihak tertentu. "Mereka bukan orang-orang Aceh, mereka di luar Aceh," ucapnya

Tentang masyarakat dataran tinggi Gayo yang menyatakan akan mendirikan provinsi sendiri bila lambang dan bendera bulan bintang tetap disahkan, Muzakir tidak mempermasalahkannya.

"Terserah mereka melaksanakan niatnya," ucapnya.

"Itulah hasil perjuangan dan jatuhnya korban dalam menuntut kemerdekaan dulu. Jadi tidak ada yang negatif. Kalau kemudian masyarakat mengibarkannya, itu hal emosional terkait perjuangan mereka dulunya," ucap Muzakir kepada wartawan seusai acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Kantor Perwakilan Aceh, Jalan Patimura, Medan, Sabtu (6/4).
Dia memaparkan, Provinsi Aceh berbeda dengan provinsi lain di Indonesia. Penggunaan bendera itu pun merupakan bagian dari semangat perdamaian.
"Bagi kita, Provinsi Aceh berbeda dengan provinsi lain. Ini juga semangat perdamaian MoU Helsinki. Bagi kita, bulan bintang dan singa buraq tetap merupakan bendera dan lambang Aceh," jelasnya.
Dia menegaskan, masalah bendera dan lambang provinsi Aceh telah lama dibahas. Kemudian Rakyat Aceh, melalui DPRA, kemudian menyepakatinya dalam sidang paripurna.
"Melalui sidang paripurna DPRA dan penetapan gubernur, ini sudah final. Itu kan hak spesial bagi rakyat Aceh," sebut pria yang akrab disapa Mualem ini.
Soal peringatan pemerintah, Muzakir yang merupakan Ketua Umum Partai Aceh mengatakan, mereka tetap akan melakukan pembicaraan dan berusaha duduk bersama untuk membahas masalah ini.
"Peringatan ini sah-sah saja, namun masalah ini kan kembali saya katakan, ini sudah merupakan hasil paripurna perwakilan rakyat Aceh di DPRA," sebutnya.
Terkait adanya penolakan bendera dan lambang provinsi Aceh, menurut Muzakir, hanya dilakukan segelintir orang dan dibiayai pihak tertentu. "Mereka bukan orang-orang Aceh, mereka di luar Aceh," ucapnya
Tentang masyarakat dataran tinggi Gayo yang menyatakan akan mendirikan provinsi sendiri bila lambang dan bendera bulan bintang tetap disahkan, Muzakir tidak mempermasalahkannya. 
"Terserah mereka melaksanakan niatnya," ucapnya.